Skip to main content

Review Penelitian tentang Seni Rupa dan Desain

 Review Jurnal Beserta Objek dan Teori:

Maharani Mancanagara seorang seniman asal Bandung mencoba membayangkan peristiwa sejarah yang ditulis R.Soegriwo Jeododiwirdjo yaitu kakeknya melalui sebuah karya rupa. Persoalan yang muncul adalah bagaimana tanda, makna serta pesan yang ingin disampaikan melalui cerita sejarah yang terjadi di Indonesia dihadirkan kembali oleh Maharani di masa sekarang dengan karyanya (Pebrianti, P., Cahyana, A., & Listiani, W. (2020). SEMIOTIKA HISTORIS PADA KARYA RUPA MAHARANI MANCANAGARA. ATRAT: Jurnal Seni Rupa8(1), 063-073).

Perspektif lebih obyektif karena seniman sebagai kreator berbanding lurus dengan karya yang disajikan. Elemen visual yang dipilih dan disajikan seniman tersusun berdasarkan kemampuan kreatif menyusun citra visual yang berangkat dari aspek pengalaman yaitu berupa rasa khawatir/kegelisahan atau ketakutan yang mendasarinya dalam berkarya. Karya seni yang terwujud representasi dari dunia psikis seniman sebagai kreator. Pendekatan psikologis dalam berkarya dengan dipadukan kemampuan akademik dari aspek keilmuan seni rupa setidaknya mampu memperkaya keilmuan dalam keberagaman seni rupa. Dalam konstelasi seni rupa Indonesia kontemporer, kajian dari perspektif psikologis, khususnya katarsis pada karya seni berelasi dengan psikobiografi atau pengalaman pribadi seniman (Ernawati, E. (2020). Psikologis Dalam SeniKatarsis Sebagai Representasi Dalam Karya Seni Rupa. DESKOVI: Art and Design Journal2(2), 105-112).

Mural adalah seni urban yang memanfaatkan tembok dan dinding sebagai media. Selain sebagai seni murni, mural muncul sebagai pesan dari masyarakat urban melalui gaya bahasa visual yang mereka sajikan. Di sisi lain, bahwa kemunculan mural dalam suatu lokasi memberikan sebuah pesan tersendiri, baik dari segi lingkungan di sekitar lokasi atau sasaran publik atas lokasi tersebut. Jembatan Pasupati di Bandung telah lama menjadi arena bagi seniman mengekspresikan gagasan mereka dengan mural.  Estetika dan makna yang dibalik lukisan adalah sebuah pertarungan bagi “pembaca” bukan seniman itu sendiri meski muralis selalu menyelaraskan antara estetika dan makna. Dinding di tiang-tiang Jembatan Pasupati adalah sebuah lingkungan yang dipilih dan disasar Pemerintah Kota Bandung untuk menjadi media (Pramudita, P., Purnengsih, I., & Wijayanto, C. S. (2018). Mitos Perlawanan Masyarakat Urban dalam Seni Rupa Mural. Jurnal Desain5(02), 95-103).

 

Analisis (Kesimpulan) 

Dari ketiga jurnal di atas jika dianalisis menggunakan semiotika Roland Barthes yakni terdapat penanda dan petanda. Secara sederhana signifier atau penanda adalah bunyi yang bermakna atau coretan yang bermakna (aspek material), yakni apa yang dikatakan dan apa yang ditulis atau dibaca. Sementara itu signified atau petanda adalah gambaran mental, yakni pikiran atau konsep aspek mental dari bahasa. Penanda dan petanda ini muncul pada masing-masing bahasan jurnal. Adapun bagian penanda yakni merupakan hasil dari penelitian jurnal tersebut, sedangakan apa yang disebut dengan petanda adalah konsep atau ide gagasan yang melandasi terbentuknya tulisan dalam ketiga jurnal di atas.

Comments

Popular posts from this blog

TANDA VERBAL DAN NON-VERBAL DALAM SEMIOTIKA PADA IKLAN NUTRISARI

  TANDA VERBAL DAN NON-VERBAL DALAM SEMIOTIKA PADA IKLAN NUTRISARI Pada sebuah iklan Nutrisari yang ditayangkan di stasiun tv RCTI terdapat tanda verban dan non verbal dalam semiotika yaitu: - tanda verbal: terdapat beberapa kalimat “SEGAR BERVITAMIN” dan juga “100 VITAMIN C” yang menggambarkan tipografi dengan teks - tanda non- verbal: tanda non verbalnya terdapat pada bentuk jeruk dan juga warna orange pada cipratan minuman nya yang menunjukan bahwa dengan meminum ini memiliki banyak vitamin utama dari buah jeruk dan memiliki kesan segar yang dihasilkan oleh bentuk cipratan air nya.

Pengalaman Seni Menampilkan Tari Indang Saat SD

  Saat saya duduk di bangku Sekolah Dasar pernah mempelajari tari Indang (dindin badinding).  Tari Indang  atau juga dikenal dengan tari Dindin Badindin adalah salah satu tarian khas pesisir Pariaman, Sumatera Barat. Gerakan tari yang tegas serta diiringi dengan tuturan lisan ini sekilas mirip dengan tari saman (Aceh). Namun, gerakan tari Indang lebih variatif dan sarat akan da’wah. Indang sebenarnya merujuk pada alat musik menyerupai rebana, namun berukuran lebih kecil (sekitar 18 – 25 cm). Ini juga menjadi pembeda antara tari Indang dengan Tari Saman. Jika tari saman menggunakan pelafalan serta bunyi-bunyian A Capella yang berasal dari tepuk tangan dan anggota badan, Tari Indang banyak menggunakan indang sebagai pengatur tempo musik.  Tiap diadakannya festival budaya di sekolah saya bersama teman-teman saya menampilkan tarian tersebut di depan banyak orang, hingga saat ini saya masi bertanya mengapa tari Indang ini yang harus di tampilkan. Sebagaimana yang ditulis di Buku Menapak Ind